Insight baru tentang pernikahan. Bahwa menikah itu memang
menyatukan dua pihak yang saling berbeda, mulai dari sifat, kebiasaan sampai
dari jaim jaiman jadi malu maluin. Semuanya bakal berubah gitu aja dan emang
harus dijalani. Makanya, kesefrekuensian harus didapatkan, karena tujuan dan
benefit itu tergantung dari yang ngejalaninnya. Ibaratnya nih, lagi menahkodai
sebuah kapal dan ada tujuan pulau di depan sana yang harus dicapai. Maka, jalan
yang harus ditempuh harus sama. Biar apa? Ya biar sampe ke tempat tujuan yang
dimau. Kalo jalan pemikiran berbeda sampe cara yang mau ditempuh berbeda, wah
ribet tuh.
Nah, tapi buat dapet orang yang sefrekuensi itu ga gampang.
Semuanya melewati proses yang begitu panjang. Sempet mikir, doi nih deket tapi
gaada yang bisa dijadiin frekuensi yang sama. Kerasa aja gitu, mau galauin doi
juga gatau kenapa, mau ga galauin juga kenapa. Karena gaada titik yang jelas.
Kalo frekuensi beda sampe gaada tujuan yang bisa dicapai bareng-bareng, susah
kayanya. Ya walaupun emang tujuan akhir manusia hidup itu kan emang di akhirat.
Otomatis caranya raup semua pahala dengan banyak supaya dipertemukan di surga
lagi. Tapi, sebuah kehidupan di dunia ini harus dinikmati sebagaimana mestinya.
Kenapa ada pernikahan? Karena manusia makhluk social. Biar
apa? Ya setidaknya ada manusia lain yang bisa diajak ngomong, sharing, mecahin
masalah bareng, keluh kesah bareng. Ya intinya pemanis hidup. Kalo dari tujuan
nikah itu aja gaada, gimana tuh?
Kalo aku pribadi sendiri, mengenal lawan jenis itu yang
seadanya aja. Siapa pun itu yang mau jadi masa depan nanti. Asalkan visi misi
hidupnya sama, ya bisa jalan. Tapi ada beberapa pemahaman impian yang harus
dimengerti, jadi kalo misal nanti ada kemauan buat si impian itu jadi
kenyataan, ya gaakan ribet. Doi bakal ngerti, intinya sih saling memahami.
Karena pemahaman itu perlu dicerna dengan baik. Tidak semua orang bisa memahami
dengan baik.
Pernikahan tanpa pacaran, ya siapa takut? Toh hidup di dunia
ga lama. Kita hanya perlu bersabar dan terus berpahala. Lagian kehidupan pacaran
itu gitu-gitu aja. Cuma proses saling mengenal, udah tahap mengenal ya jadi
tahap pendosa. Cukuplah zina pikiran ini yang menghantui, cukup menakutkan
dengan zina pikiran hingga zina mata. Itu aja dilarang, gimana yang lain ke
tahap yang lebih asik? Asik juga dosanya nanti.
Menurut aku, semua cowo itu sama. Tergantung dia ingin
memahami ga? Atau mau ga dia bangun rumah sama kita? Mau ga dia menyemai pahala
yang banyak sama kita? Ya tinggal itu aja. Kan intinya ingin mencapai surga-Nya.
Pengennya sih gausah muluk-muluk. Tapi namanya juga manusia, punya kriteria.
Nurani kita ikut bicara. Semuanya saling bersinkronsasi. Tinggal gimana
caranya, kita berusaha menyeimbangkannya, gimana caranya biar kriteria yang ga
mungkin di dapet atau ga penting-penting amat bisa dibiaskan. Gimana caranya
ngilangin ego sendiri, yang terkadang lebih bahaya daripada melihat keegoan
orang lain.
Komentar
Posting Komentar