“…untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan…” Itu merupakan sepenggal bunyi
alenia ke empat pembukaan UUD 1945. Betapa luhurnya cita-cita bangsa Indonesia.
Namun, apakah cita-cita tersebut hanya menjadi angan saja? atau justru sudah
terwujud hingga tak bisa ditemukan lagi secuil cela kekurangan dari Negara ini?
Realitanya, kondisi yang ada sangat jauh dari kata
‘ideal’. Masih banyak sekali pundi-pundi yang belum bisa dilengkapi dan diserap
seutuhnya oleh masyarakat Indonesia. Hingga statement
yang terpuruk semakin terpuruk tetap bertahan sampai saat ini. Pendidikan,
infrastruktur hingga potensi pun terabaikan.
Sebuah insight
baru jika kita mencoba untuk melihat lebih dalam secara real seperti apa Indonesia. Banyak sekali miniature kecil yang bisa
membuat pikiran kita terbuka sedikit lebih lebar. Pengajaran yang berharga
bahwa hidup bukan tentang aku dan kamu saja, namun mengenai mereka juga. Mereka
yang seharusnya mendapatkan sebuah kelayakan namun nyatanya jauh sekali dari
hal tersebut.
Sukabumi. Kota yang indah sekali dengan lautnya.
Hamparan lautnya yang langsung bisa menghipnotis siapa saja yang datang. Dan
ditambah kebersihan yang masih terjaga sehingga membuat kaki yang berpijak
ingin terus berpijak, enggan untuk pergi. Keberhasilan kota sukabumi untuk
mengolah sektor pariwisata pun berhasil. Kini, geopark Ciletuh menjadi potensi
pariwisata yang bahkan terbukti bersaing di dunia internasional. Namun apa daya, dibalik awan yang terlihat
indah dari atas pun di bawahnya masih saja banyak duri, pasir dan rintangan
lainnya. Dibalik hamparan lautnya, masih saja ada kekeringan yang melanda. Tidak
ada yang sempurna di dunia ini.
Complement dari Sukabumi ini walaupun hanya
sepetak, namun jika digabungkan maka akan menjadi berpetak-petak. Contohnya
saja Kampung Cirengrang yang berada di desa Rambai, Sukabumi. Jika suatu
permasalahan tidak di segera diatasi, maka akan menjadi gunungan masalah. Sama
halnya seperti sampah, walapun setitik sampah yang dibuang, namun jika
digabungkan maka akan menjadi lautan sampah.
Desa Rambai berada 30 km dari kota atau bisa
ditempuh sekitar 4 jam jika dari sukabumi kota. Tidak cukup henti perjuangan
sampai desa rambai, untuk bisa menjangkau Cirengrang maka masih dibutuhkan
perjalanan sekitar 2 jam dengan jalan kaki. Akses yang digunakan yaitu jalan
kaki, hal ini dikarenakan jalan yang belum memadai untuk dijamah oleh kendaraan
beroda dua apalagi beroda empat. Perjalanan 2 jam yang melelahkan dengan
treknya yang sudah mirip sekali dengan mendaki gunung.
Banyak sekali hal baru yang bisa ditemukan ketika
dalam perjalanan. Beribu potensi akan menguntungkan jika bisa digali dengan
benar. Namun, beribu bencana juga bisa timbul jika tidak ditindak lanjuti
dengan bijak.
Di sepanjang jalan, banyak sekali lahan yang masih
terdapat pepohonan yang kemudian dibabat habis karena dibakar. Katanya memang
sengaja untuk mempersiapkan dan menyambut musim hujan yang sebentar lagi akan
datang. Dan daerahnya begitu kering, tidak tertandingi. Sumber air sangat minim
sehingga padi pun menguning dan kering. Tidak ada tumbuhan yang jaya untuk
hidup selagi musim kemarau.
Rasanya perjalanan begitu jauh. Beban berat, kering,
trek naik turun. Lengkap sudah remah-remah penderitaan bersama ini. Bayangan
Cirengrang langsung liar tak tertahan. Ketika istirahat, meneguk air pun
rasanya begitu surga sekali.
Komentar
Posting Komentar